PANRITAKITTA' - Entah siapa yang menggerakkan kepalaku untuk tengadah. Entah apa yang membetot leherku menatap jauh di depan sana.
Tak bisa kuelak, kepalaku mendongak, memandang ke kursi di seberang meja, tepat pada posisi kau duduk, yang juga menatap ke arahku.
Sepasang matamu yang sebening embun, juga sedang menatap tajam ke arahku. Kau tahu? Aku kaget ketika mata kita saling mematuk, ujung paruhnya sampai ke hati.
Mataku menjelajah ke bening matamu, tatapmu menelusup jauh ke dalam keruh danau hatiku yang bergolak. Apa gerangan yang kau lihat di sana? Tak sedikitpun kau bergeming. Maka mataku, ikut lekat tak goyah.
Kerudung hijau daun yang bertengger longgar di permukaan rambutmu, mengingatkanku pada hijau daun maple di awal musim semi.
Sempurna musim semi hadir di sana, danau bening di matanya, dan rimbun maple di kerudungnya.
Hidungnya seperti bebukit yang masih menyisakan bongkah-bongkah salju terakhir di penghujung musim dingin.
Aih, sepasang bibirnya selengkung cakrawala pagi musim semi, bermandi semburat cahya mentari yang hangat.
Kau masih menatapku, matamu berkirim pesan. Hempaskan jaket tebalmu, saatnya bermandi kehangatan musim semi.
Kau lalu berlalu, meninggalkan bangku dan Tanya berkecamuk di hatiku. Tak usah mengenal namaku, ingat saja aku si gadis musim semi.
Muhammad Kasman, Founder Makassar Buku.
Posting Komentar